Thursday, October 14, 2010

Perdagangan 600 Potong Fosil Berhasil Digagalkan


www.AstroDigi.com

KOMPAS.com | Kamis, 14 Oktober 2010 | Kepolisian Sektor Kalijambe, Jawa Tengah, berhasil menggagalkan perdagangan lebih kurang 600 potong fosil dari Situs Manusia Purba Sangiran, Rabu (13/10/2010) pukul 18.00 WIB. Satu truk pengangkut fosil berserta sopir dan keneknya, langsung diamankan. Dengan gerak cepat kemudian , empat orang yang diduga sebagai sindikat pendagangan fosil itu, berhasil diamankan.

Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Aurora Tambunan mengungkapkan hal itu, Kamis (14/10/2010) di Jakarta. Perdagangan fosil sebanyak satu truk itu berhasil digagalkan Polsek Kalijambe. Petugas kepolisian segera menghubungi Pelaksana Teknis Ditjen Sejarah dan Purbakala, Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran untuk meneliti keaslian fosil, katanya.

Enam orang tersangka terkait sindikat perdagangan illegal fosil itu, kini di tahan di Polres Sragen, yaitu Wasimin (penduduk Sangiran, pemilik), Mujino (penunjuk jalan), Ari Nugroho (sopir), Suparso (kenek), Dennis Bradley (warga Amerika Serikat , pembeli), dan Philip Robinson (orang Bali, kelahiran Kupang).

Aurora menjelaskan, dari penelitian dua ahli biologi dan dua ahli konservasi fosil dari B alai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, disimpulkan truk bermuatan fosil binatang vertebrata, dan sebagian kecil sudah dimodifikasi.

Direktur Purbakala Direktorat Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Junis Satrio Atmodjo menjelaskan, bahwa ini merupakan kasus besar dengan jumlah yang sangat fantastis. Ada lebih kurang 600 potong fosil , yang salah satu fosil dari buaya yang hidup jutaan tahun lalu, seharga lebih kurang Rp1 miliar. Sedang gading gajah purba sudah dimodifikasi dalam bentuk manik-manik kecil, yang satu manik kecil seharga 30 dollar AS.

"Melihat jumlah yang begitu banyak, diduga penjualan illegal fosil ini untuk kepentingan ilmiah. Sangat kecil kemungkinan untuk dijual ke kolektor. Fosil binatang saja harganya relatif mahal, apa lagi kalau ada fosil manusia purba Homo Erectus, yang fosil gerahamnya saja bisa harganya melebihi Rp 1 miliar," tandasnya.

Menurut Junus, pencurian fosil di Situs Manusia Purba Sangiran sering terjadi, karena arealnya relatif luas, yakni 56 hektar yang pemilik tanahnya sebagian besar adalah masyarakat. Namun, saat pengusutan, terputus di tengah jalan bila menelusuri sindikatnya. Pencurian marak karena faktor kemiskinan, temuan fosil yang seharusnya dilaporkan bila masyarakat menemukan, diam-diam dijual karena bisa menghasilkan uang cepat.

"Kalau pemerintah memberikan uang penghargaan atau uang ganti rugi kepada penemu, baru bisa dibayarkan setelah dua minggu. Sedangkan, kalau mereka jual, langsung dapat uang. Terungkapnya kasus ini, luar biasa, karena bisa ditangkap penadahnya," ujarnya.

Hal-hal lain berkaitan dengan motif maupun seberapa jauh perdagangan fosil ini, telah berlangsung, masih dalam penyelidikan pihak kepolisian, didampingi oleh petugas Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran.

Belum ada rencana

Aurora Tambunan mengakui, kawasan Situs Manusia Purba Sangiran memang rawan dengan perdagangan fosil, karena kawasan sangat luas dan menyatu dengan pemukiman. Sebagian besar lahan juga milik masyarakat. Pemahaman mengenai pentingnya fosil-fosil tersebut bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan juga masih kurang.

"Di samping itu faktor ekonomi dan kemiskinan juga sangat berpengaruh terhadap keselamatan situs yang sudah ditetapkan sebagai warisan Budaya Dunia (World Culture Heritage) oleh UNESCO pada tahun 1996," katanya.

Sangiran mempunyai nilai penting bagi sejarah geologi karena mencakup lapiran stratigrafi dari 2 juta sampai 200 tahun yang lalu. Hal ini merupakan data terpenting untuk mengungkapkan proses evolusi manusia purba, budaya dan lingkungannya. Selain proses alam, kegiatan manusia juga merupakan ancaman terhadap pelestarian Situs Sangiran seperti yang terjadi saat ini.

"Kalau untuk membeli lahan masyarakat di Situs Manusia Purba Sangiran, belum ada rencana konkret. Solusi sementara, mungkin sosialisasi Undang-undang Benda Cagar Budaya yang baru , yang akan disahkan tanggal 18 Oktober mendatang," tandas Aurora.

Upaya-upaya penuluhan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, pemberian ganti rugi, penyiapan museum yang baik, serta pengembangan kawasan Sangiran menjadi tujuan wisata masih terus dilakukan. Dukungan berbagai pihak, lanjur Aurora, sangat diperlukan untuk bersama-sama menyelamatkan warisan budaya yang sangat penting ini.

www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano)

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...